Bukan Anti Sosial 3
Setelah masuk SMA, aku mengikuti ekskul Pramuka. Tujuan pertamanya agar kegiatanku tidak monoton. Tidak hanya sekedar rumah, sekolah, tempat mengaji. Tapi juga ada kegiatan lain di luar kebiasaan, setidaknya ada satu hari dalam seminggu tidak harus diam di rumah.
Yang paling menyenangkan, para guru mempercayaiku untuk melakukan semua kegiatan kepramukaan. Dimulai menjadi ketua Pradana Puteri. Kemudian dipercaya untuk melatih pramuka di sekolah sendiri, di SMP yang satu yayasan, di SMP lain juga. Bahkan dipercaya menjadi Dewan Kerja Ranting (DKR), serta mengikuti kegiatan pramuka di Kecamatan sampai Kabupaten.
Kenapa aku merasa senang? Karena semua kegiatan tersebut sudah ada izin dari guru, jadi tidak ada yang bisa melarang, se-overprotektif bagaimana pun nenek, tetap mengijinkan jika itu permintaan dari guru.
Apakah aku jahat karena memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan? Aku rasa tidak, karena aku pun butuh sebuah kebebasan, agar kegiatanku tidak itu-itu saja. Aku juga butuh pengalaman, agar bisa diceritakan kepada teman-teman.
Selama bertahun-tahun, teman-teman cerita kegiatan mereka yang menyenangkan, pengalaman yang mengasyikan, liburan setiap akhir semester, piknik saat lebaran. Sedangkan aku? Hanya menjadi pendengar setia, karena tak ada yang bisa diceritakan. Aku pun ingin sekali-kali bercerita, tidak hanya menjadi pendengar. Apakah aku salah?
Walau sudah terbiasa diam di rumah, tapi kadang merasa bosan dan jenuh. Ingin pergi keluar untuk menikmati dunia yang katanya luas. Ingin menambah pengalaman baru, agar tidak ketinggalan zaman. Tapi tetap tidak bisa.
Bukankah semakin dikekang akan semakin berontak? Menurutku begitu. Entah bagaimana menurutmu, apakah sependapat? Jika tidak pun tak apa-apa.
Selain kegiatan pramuka, aku pun mencari alasan lain agar bisa keluar. Seperti pergi untuk print tugas, fotocopy, atau membeli sesuatu yang diperlukan di sekolah. Jarak ke toko lumayan jauh, jadi bisa bermain dulu. Apakah aku nakal? Aku rasa tidak, karena sekali-kali pergi keluar dibutuhkan untuk refreshing. Bukankah begitu?
Aku pun tidak peduli jika ada yang mengatakan kalau aku kuper (kurang pergaulan) atau kudet (kurang update). Karena mungkin saat itu memang benar. Aku tidak bisa mengoperasikan laptop atau komputer, tidak tahu yang namanya android, tidak aktif media sosial. Saat itu yang ku punya hanyalah hp china yang harganya tidak sampai setengah juta. Selain telpon dan sms, hanya bisa digunakan untuk facebook dan buka google. Tidak ada Whattsapp, instagram, twitter, dan aplikasi lain. Kamera pun biasa saja.
Tapi saat itu aku bahagia, karena hp china sedang trend. Hampir sekelas menggunakan hp china, hanya merknya saja yang berbeda.
Aku berusaha menikmati kegiatanku saat itu, meski kadang harus mencari alasan agar bisa keluar. Karena entah kenapa semenjak kejadian sering disalahkan waktu SMP, nenek tidak percaya 100% padaku, walau sudah dijelaskan bahwa aku tidak bersalah.
Hidup dikekang itu tidak enak, kawan. Semua kegiatan dibatasi, tidak boleh ini, tidak boleh itu. Harus begini, harus begitu. Seperti terpenjara oleh keadaan.
Aku pernah punya pemikiran nakal. Pernah berpikir untuk kabur, tapi tidak tahu harus kabur kemana, akhirnya aku urungkan. Pernah juga berpikir untuk mati saja, tapi teringat dengan perjuangan orang tuaku, akhirnya aku urungkan kembali. Aku mencoba terus bertahan selama bertahun-tahun, karena yakin suatu saat akan bebas dan tidak terkekang lagi.
Dan akhirnya saat itu tiba. Rasanya seperti mendapatkan angin segar. Setelah lulus SMA, dan terkekang selama bertahun-tahun, aku bisa bebas.
#OneDayOnePost
#OdopBatch7
#GrupKairo
Pengalaman masa remaja memang berkesan sekali. Saya pun dulu sangat suka beraktivitas di luar. Bersyukur belum diperkenalkan gadget.
BalasHapusKeren kak ashimaa
BalasHapusDalem banget tulisannya kak...👍🏻🤗
BalasHapussemangat menulis...
BalasHapussemangat kak :)
BalasHapusTapi seru sih
BalasHapusDgn keadaan seperti itu justru membentuk kita yg sekarang
Hal yang paling tak mengenakan adalah mengekan dg mengatasnamakan kebaikan
BalasHapusBaguss kak
BalasHapus