Bawang Merah dan Bawang Bombay 2
Waktu terus berlalu. Bombay tumbuh menjadi gadis yang cantik. Semakin hari wajahnya terlihat mirip dengan Putih dan mengingatkan Merah kepadanya. Pada akhirnya dendam yang selama ini terkubur, tumbuh kembali dan berniat membalas dendamnya kepada Putih melalui Bombay. Setiap Kertayasa pergi, Merah menyuruh Bombay melakukan semua pekerjaan rumah. Sama seperti yang dulu dia lakukan kepada Putih. Bombay selalu melakuan apapun yang diminta Merah, karena dia sangat menyayanginya dan tidak ingin menjadi anak durhaka.
Merah selalu mencari-cari kesalahan Bombay dan memarahinya. Namun Bombay tidak pernah melawan dan selalu menerima apa yang dilakukan Merah kepadanya. Meskipun dalam batinnya selalu bertanya-tanya tentang perubahan sikap ibunya. Kertayasa tidak mengetahui perlakuan Merah kepada anaknya, karena dia hanya pulang setiap enam bulan sekali. Dia pergi merantau ke Pulau seberang untuk mencari nafkah dan memenuhi kebutuhan hidup. Karena Merah tidak mau bercocok tanam seperti yang dilakukan Putih.
Suatu hari Merah meminta Bombay untuk belanja ke pasar. Dengan memberi uang seadanya, dia minta Bombay membeli berbagai bahan yang dibutuhkan. Bombay pun pergi. Namun tenyata uang yang diberikan Merah sangat kurang dan hanya cukup untuk membeli beberapa bahan saja.
Bombay memutuskan untuk pulang. Ketika sampai rumah dia menyampaikan kepada Merah bahwa uang yang dia bawa tidak cukup untuk membeli semua bahan yang diminta. Namun Merah malah memarahi Bombay, sehingga membuatnya ketakutan.
“Bukankah sudah saya bilang, kamu harus mendapatkan semua bahan bagaimana pun caranya,” bentak Merah.
“I… iya Bu, tapi uang yang Ibu berikan tidak cukup,” jawab Bombay.
“Ya kamu cari cara supaya bisa mendapatkan semuanya. Kamu kan bisa berutang.” Kata Merah.
“Ta… Tapi kata ayah tidak boleh berutang Bu, itu tidak baik. Dan kita pun tidak boleh membeli sesuatu yang berlebihan, kita harus menyesuaikan dengan kemampuan.” Jawab Bombay.
“Kamu tidak usah sok-sokan menceramahi Ibu. Ibu ini sudah jauh lebih lama hidup dibanding kamu. Kamu itu baru anak kemarin sore.” Kata Merah.
“Maaf Bu,” Bombay meneteskan air mata.
“Dasar anak tidak tahu diuntung, sudah mending Ibu mau mengurus kamu sedari kecil. Kalau bukan karena ayah kamu, Ibu tidak sudi mengurus. Lebih baik kamu menyusul ibu kandung kamu si Putih yang sudah mati.” Merah semakin marah.
“Maksud ibu?” Tanya Bombay tidak mengerti.
“Sebaiknya kamu pergi dari sini, saya tidak mau melihat wajah kamu lagi. Cepat pergi!” Usir Merah.
Bombay langsung berlari ke luar rumah. Dia terus berlari tanpa tujuan, hingga akhirnya sampai di tepian sungai yang jernih airnya. Dia duduk di sebuah batu besar di pinggir sungai sambil menangis mengeluaran semua kesedihan yang selama ini ditahannya. Dia masih memikirkan apa yang dikatakan ibunya. Jika ibu yang selama ini mengurus bukan ibunya, lalu siapa? Dia terus bertanya-tanya.
Dia terus menangis sambil memeluk lutut. Setelah puas, dia mengangkat kepala. Tiba-tiba ada seekor ikan mas muncul dari permukaan sungai, ikan mas itu seperti iba melihat keadaan Bombay. Ikan mas meloncat-loncat di air seakan-akan sedang mengatakan sesuatu, kemudian dia berenang menuju arah hilir, Bombay mengikuti ikan mas.
Tidak berapa lama ikan mas itu berhenti tepat di depan sebuah gubuk yang di depannya ada seorang nenek sedang menyapu. Ternyata nenek itu adalah nenek yang pernah menolong Bawang Putih menemukan selendang ibu tirinya yang hanyut.
“Permisi Nek.” Sapa Bombay.
“Iya. Ada keperluan apa Nak sampai ke sini? Apakah ada yang kamu cari?” Tanya Nenek.
“Tidak ada Nek, saya tadi mengikuti ikan mas itu.” Jawab Bombay sambil menunjuk ikan mas.
Nenek menoleh ke arah yang ditunjuk Bombay, ikan mas itu berkedip dan seperti mengatakan sesuatu kepada si Nenenk, namun Bombay tidak mengerti apa yang dikatakannya. Ternyata ikan mas itu menceritakan siapa gadis yang dia bawa dan maksud membawanya ke rumah si Nenek.
“Kamu Bombay?” Tanya si Nenek.
“Bagaimana Nenek tahu nama saya?” Bombay penasaran.
“Kamu mirip sekali dengan ibumu, Nak.” Jawab si Nenek.
Si Nenek mengajak Bombay masuk ke dalam rumahnya. Di dalam rumah si Nenek tidak banyak yang berubah sejak terakhir kali Putih dan Kertayasa berkunjung sebelum mereka menikah. Si Nenek menceritakan semua yang dia tahu tentang Bawang Putih yang merupakan ibu kandung Bawang Bombay. Tanpa sadar, air mata Bombay mengalir, Nenek memeluknya. Dia mengajak Bombay untuk melihat sayur yang ditanam di kebun untuk mengurangi kesedihannya.
Untuk ke kebun, mereka harus berjalan kurang lebih 100m. Ketika sampa kebun, Bombay merasa takjub karena di sana segala tanaman sayur dan buah ada.
“Wah banyak sekali Nek sayur dan buahnya. Ini semua milik Nenek?” Tanya Bombay.
“Ini milik semua warga di sini, Nak. Memang tanah ini milik Nenek warisan dari Kakek. Daripada terbengkalai, Nenek dan semua warga bersama-sama menanam bermacam sayur dan buah di sini yang nantinya akan bermanfaat.” Jawab Nenek.
“Kenapa harus susah-susah menanam, Nek? Padahal kan kita bisa dengan mudah mendapatkan Buah dan sayur di Pasar, bahkan sekarang banyak juga warung-warung di pinggir jalan yang menjual, dan terkadang ada juga yang keliling. Kan bisa langsung beli Nek tanpa harus menanam.” Kata Bombay.
“Begini Nak, kita tidak tahu apakah sayur yang di pasar atau di warung-warung itu sehat atau tidak.” Jawab Nenek.
“Tapi kan semua sayur sehat Nek.”
“Ya, pada dasarnya semua sayur dan buahan itu sehat. Tapi zaman sekarang banyak yang berlaku curang demi meraup banyak keuntungan. Mereka tidak segan-segan untuk menghalalkan segala cara agar keuntungan yang mereka dapatkan lebih besar.” Jelas si Nenek.
“Contohnya seperti apa Nek?” Tanya Bombay.
“Misalnya buah disuntik agar tidak cepat busuk, daging yang sudah berhari-hari disimpan di es agar terlihat segar. Bahkan banyak juga yang menanam sayur dan buah dicampur bahan yang berbahaya, tanpa memikirkan akibatnya bagi kesehatan orang lain.” Jawab Si Nenek.
“Masa sih Nek? Padahal ibu selalu menyuruhku untuk membeli daging, sayur dan buah di pasar.” Bombay merasa khawatir.
“Kamu tenang saja Nak, tidak semua sayur dan buah berbahaya. Masih banyak pedagang dan petani yang jujur. Juga di pasar yang biasa kamu beli, banyak juga buah dan sayur yang berasal dari sini. Jadi masih aman.” Jelas Si Nenek.
“Begitu yak Nek. Syukurlah kalau aman.” Bombay merasa tenang.
“Itulah kenapa menanam sendiri lebih baik. Kalau begitu, bagaimana jika kamu Nenek ajarkan bercocok tanam? Jadi kamu nanti selain bisa memakan sayur dan buah yang sehat, juga bisa dijual untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari?”
“Serius Nek? Mau dong Nek.” Jawab Bombay antusias.
Nenek dengan sabar mengajari Bombay. Tidak ada sedikitpun Bombay mengeluh walau panas menyengat dan membuatnya berkeringat. Nenek merasa de javu, dulu yang mengajari bawang Putih bercocok tanam juga dirinya, sehingga keluarganya tidak pernah kekurangan karena selalu ada hasil panen. Bombay merasa bahagia. Tiba-tiba dia melihat sebuah tanaman dan membuatnya penasaran.
“Nek, ini tanaman apa?” Tanyanya.
“Ini bawang putih.” Jawab si Nenek.
“Kok bawang putih?” Tanya Bombay kembali.
“Iya, karena yang menananm ini adalah ibu kamu. Saat itu tanaman ini belum ada namanya, jadi dinamakan sesuai dengan nama ibu kamu.” Jawab si Nenek.
“Aku juga mau Nek.” Kata Bombay.
“Baiklah, nanti setelah ini kita pergi ke hutan untuk mencari tanaman. Kita lihat tanaman apa yang bisa kamu tanam.”
“Iya Nek.” Jawab Bombay senang.
Setelah belajar mereka selesai. Mereka menuju hutan untuk mencari sebuah tanaman. Ketika sampai di hutan, tiba-tiba Bombay berseru.
“Wah, ini tanaman apa Nek?” Tanya Bombay.
“Nenek tidak tahu nak, Nenek juga baru melihatnya.” Jawab si Nenek.
“Bagaimana jika Bombay menanan ini saja?”
“Baiklah jika itu maumu.” Kata si Nenek.
Lalu mereka kembali dan menanam tanaman yang Bombay temukan. Karena yang menemukan dan menananamnya adalah Bombay, jadi mereka menamakan tanaman itu Bawang Bombay.
Sementara itu di rumah Bawang merah merasa khawatir. Hari sudah semakin sore, namun Bombay belum pulang juga. Dia ingat apa yang telah dikatakannya dan menyesalinya. Dia pergi mencari Bombay ke sana kemari, namun tidak ditemukannya. Sekitar pukul 7 malam, Kertayasa datang dan mencari Bombay, namun dia tidak menemukannya. Merah menceritakan apa yang terjadi seharian ini. Kertayasa marah besar kepadanya.
“Apa yang telah kamu lakukan kepada anakku?” bentak kertayasa.
“Maafkan saya Kang. Saya khilaf.” Tangis merah pecah.
“Ingat ya, saya menikahi kamu hanya karena wasiat dari Putih. Kalau dia tidak minta, mana sudi saya menikah denganmu perempuan jahat dan tidak punya hati.” Kata Kertayasa.
“Maafkan saya Kang. Saya sadar apa yang selama ini dilakukan kepada Putih dan Bombay begitu jahat. Saya menyayangi Bombay dengan tulus Kang. Tapi karena melihat ada bayangan Putih di mata Bombay, saya berniat membalas dendam kepada Putih melalui Bombay.” Merah menyesali perbuatannya.
“Dendam? Memang apa yang telah dilakukan Putih sampai kamu dendam kepadanya dan menjadikan anakku korban?” Tanya Kertayasa.
“Putih selalu mendapatkan apa yang diinginkan, semua orang menyayanginya. Termasuk kamu, Kang. Kamu begitu mencintainya dan tidak pernah sekalipun melirikku, padahal rasa cintaku padamu tidak kalah dari Putih. Saya iri Kang sama Putih.”
“Tapi tidak dengan cara seperti ini Merah! Kita bisa bicarakan baik-baik. Itulah pentingnya bermusyawarah dalam segala hal, jangan memutuskan segala sesuatunya sendiri yang akhirnya membuat orang lain terluka. Apalagi ketika kamu sedang marah, jangan sekali-kali mengambil keputusan.” Nasihat Kertayasa.
“Iya Kang, maafkan saya. Saya telah sadar dan akan menyayangi serta menjaga Bombay sebagaimana anak kandungku sendiri.” Kata Merah.
“Baik kalau gitu, ayo kita sama-sama cari Bombay!” Ajak Kertayasa.
“iya kang.”
Ketika mereka membuka pintu, tiba-tiba.
“Ayah!” panggil Bombay.
“Bombay.” Seru keduanya terkejut.
“Darimana saja kamu Nak? Ibu mencari kamu ke mana-mana.” Tanya Merah.
“Ma… Maafkan Bombay bu.” Bombay ketakutan
.
Merah memeluk Bombay lalu menangis.
“Maafkan Ibu, Nak. Tidak seharusnya ibu memarahimu seperti tadi. Kamu juga tidak harus melakukan semua pekerjaan rumah sendiri. Maafkan Ibu.”
“I… Iya Bu tidak apa-apa.” Kata Bombay.
Mereka masuk ke dalam dan berkumpul menanyakan apa yang terjadi seharian ini. Bombay menceritakan pertemuannya dengan ikan mas dan si Nenek. Dia juga menceritakan tanaman yang diberinama bawang putih dan bawang Bombay.
“Ibu, kata nenek kapan-kapan Ibu berkunjung ke rumahnya.”
“Iya Nak, nanti kita berkunjung ya.”
“Benar Bu?”
“Iya sayang.”
"Asyik!" Seru Bombay senang.
Setelah kejadian itu, Bawang Merah sadar dan tidak lagi memperlakukan Bawang Bombay dengan kasar. Malah dia sangat menyayangi Bawang Bombay dan mengerjakan semua pekerjaan bersama. Suatu hari Bombay mengajak Merah ke rumah si nenek. Merah menyetujuinya, namun Kertayasa tidak bisa ikut karena harus kembali ke tempatnya kerja.
Mereka berdua berjalan menyusuri sungai. Setelah beberapa saat sampailah mereka di rumah si nenek dan disambut oleh sang empunya rumah. Merah langsung memeluk Si Nenek dan meminta maaf atas apa yang diperbuat keapadanya beberapa tahun lalu. Mereka bercerita banyak hal. Bombay ingin menunjukkan tanaman yang dia tanam dan juga ibunya. Ketika melihat tanaman itu dan mendengar namanya, Merah langsung menangis karena teringat Bawang Putih dan perlakuan Merah kepadaya. Si Nenek menenangkan.
Bombay mengajak Merah pergi ke hutan untuk mencari tanaman baru. Setelah sampai di hutan ada sebuah tanaman, Merah mengambilnya dan menanamnya di kebun nenek di samping bawang putih dan bawang bombay. Mereka sepakat menamakan tanaman itu bawang merah.
Setiap akhir pekan Merah dan Bombay berkunjung ke rumah si nenek untuk mengecek tanaman mereka serta sayur dan buah. Merah telah belajar banyak hal dari nenek dan warga sekitar. Kini dia tidak lagi malas-malasan, tidak sombong dan iri kepada siapapun. Dia bisa lebih bersabar dan ikhas menjalani semua yang Tuhan berikan.
Merah dan Bombay menanam sayur dan buah di kebun yang dulu digunakan Putih untuk menanam. Sekarang, meskipun Kertayasa telat mengirimkan uang, mereka sudah tidak khawatir lagi. Karena ada buah dan sayur yang bisa mereka makan sendiri atau dijual untuk kebutuhan sehari-hari. Akhirnya mereka hidup bahagia. Meskipun Bombay bukan anak kandung Merah, namun Merah menyayanginya lebih dari diri sendiri.
Tamat.
#OneDayOnePost
#OdopBatch7
#GrupKairo
#TantanganPekan4
Cerita ini terinspirasi dari Cerita Bawang Merah dan Bawang Putih untuk menyelesaikan tantangan pekan 4 ODOP Batch7
Cerita sebelumnya Bawang Merah dan Bawang Bombay 1
#TantanganPekan4
Cerita ini terinspirasi dari Cerita Bawang Merah dan Bawang Putih untuk menyelesaikan tantangan pekan 4 ODOP Batch7
Cerita sebelumnya Bawang Merah dan Bawang Bombay 1
Asal usul tanaman bawang merah putih dan bombay.😅
BalasHapus