Tangisan Tengah Malam

Malam kian larut. Tidak ada bulan ataupun bintang, gelap semakin pekat. Binatang malam telah kembali ke peraduan. Hanya ada sunyi dan sepi yang menemani. Di sebuah rumah panggung sederhana, di salah satu kamar terdengar tangisan pilu. Dialah Sari yang merindukan ibunya, yang baru meninggal sebulan lalu. Sedangkan ayahnya entah kemana.

Setiap bermimpi bertemu dengan ibunya, Sari akan terbangun dan menangis sampai pagi. Begitupun malam ini, tengah malam dia terbangun dan menangis. Namun tidak seperti biasanya, Sari menjerit-jerit dan histeris. Dia ingat bagaimana ibunya meninggal dengan cara menggantung diri di belakang rumah.

***

Saat itu Sari baru pulang sekolah. Dia mengucapkan salam, namun tidak ada jawaban. Setelah menyimpan tas dan sepatu di tempatnya, dicarilah orang tuanya, namun tidak ditemukan. Lalu dia mencari ke belakang rumah. Jika ibunya tidak ada di rumah, biasanya pergi ke pengajian atau di kebun.

Ketika pintu belakang dibuka, betapa terkejutnya Sari melihat sesuatu yang tidak biasa. Dia melihat ibunya tergantung dan sudah tidak bernyawa. Sari histeris dan berlari ke dalam mencari ayahnya. Namun tidak ditemukan. Dia menangis sejadi-jadinya. Suara tangisan dan jeritan Sari didengar oleh Pak Jarwo, tetangganya. Pak Jarwo dan warga membantu Sari mengurus mayat ibunya. Hari itu adalah hari yang paling menyedihkan dan mengerikan baginya.

Penyebab ibunya gantung diri karena stress memikirkan suami yang dicintai telah mengkhianati. Ayah Sari beberapa kali membawa perempuan yang berbeda ke rumah dan bermesraan di depan istrinya. Dia tidak peduli dengan keadaan istrinya yang selalu bersedih memikirkan perbuatannya.

Terakhir, saat ibu Sari pergi kepengajin dan Sari sekolah. Ayahnya membawa perempuan yang berbeda. Saat ibu Sari pulang, betapa terkejutnya melihat suami sedang bermesraan dengan seorang perempuan di kamar. Yang paling membuatnya murka, perempuan itu adalah adik kandung yang disayanginya, Wati. Dia mengusir suami dan adiknya. Dadanya terasa sesak. Perasaan sakit yang selama ini ditahannya, sudah tak mampu dibendung. Dia langsung pergi ke belakang rumah sambil membawa tali dan mengakhiri hidupnya dengan cara menggantung diri, tanpa memikirkan anaknya.

Betapa sakit hati Sari saat menerima kenyataan ibunya pergi dengan cara bunuh diri. Apalagi ketika mengetahui alasannya. Seandainya bisa, dia ingin pergi dari rumahnya. Sebetulnya dia tidak sudi tinggal bersama wanita yang telah menyebabkan ibunya bunuh diri. Ya, saat ini Sari tinggal bersama bibinya, Wati.

***

Brak!!!

Pintu dipaksa dibuka dari luar. Terlihat Wati masuk ke dalam kamar dengan muka merah padam, menahan amarah.

"Apa-apaan kamu Sari? Kenapa kamu teriak-teriak? Mengganggu saja. Tidak puas kamu mengganggu tidurku dengan tangisanmu setiap malam, sekarang ditambah dengan teriakan? Berhenti menangis, segeralah tidur. Besok kamu harus pergi ke pasar, cari uang yang banyak. Kalau masih teriak-teriak, sebaiknya pergi dari rumah ini. Kalau bukan karena aku mencintai ayah kamu, sudah ku usir dari dulu. Atau lebih baik ikut saja dengan ibumu yang telah mati." Kata Wati, lalu pergi.

Setelah Wati pergi, Sari masih terisak tanpa suara. Sampai akhirnya dia tertidur, meski hatinya masih tidak tenang.

Keesokan harinya, Sari bangun pagi sekali. Setelah subuh langsung bersiap-siap. Mengambil ransel dan memasukkan barang-barang yang telah disiapkan. Dia sudah bulat untuk melakukan aksi yang telah lama direncanakan, dan saat ini merupakan waktu yang tepat menurutnya. Sebelum bibinya bangun, Sari sudah pergi menuju suatu tempat yang biasa dijadikan tempat untuk menenangkan diri.

Saat Wati bangun, dia mengecek kamar Sari dan kosong. Dia merasa senang, Sari berangkat lebih pagi, tentunya akan mendapatkan uang lebih banyak. Dia menjalani hari seperti biasa. Saat magrib tiba dan Sari belum pulang, tak ada rasa khawatir dalam hatinya. Saat menjelang tengah malam, dia mendengar Sari menangis. Namun dia membiarkan, karena sudah terbiasa. Selama tidak mengganggu tidurnya, tidak masalah.

Besoknya ketika Wati mengecek kamar Sari, sudah kosong. Seperti hari kemarin, sudah magrib belum pulang, namun tengah malam terdengar suara tangisan. Semakin malam, tangisan yang terdengar semakin pilu, seperti menahan rasa sakit yang teramat sangat. Hingga malam ke tujuh, tangisan itu semakin keras dan membuat Wati tidak bisa sedikitpun memejamkan mata.

Karena kesal, akhirnya dia masuk ke kamar Sari, namun tidak dikunci. Saat dibuka kamar itu gelap,  hanya ada cahaya remang-remang dari kaca yang gordennya masih terbuka. Ruangan pun terasa lembap dan berdebu, seperti lama tidak dihuni. Dia melihat ada sebuah bingkai di atas kasur. Diambil bingkai tersebut yang berisi foto ibu Sari.

"Seandainya saat itu kamu tidak pulang dari perantauan, mungkin Mas Adi akan menikah denganku. Kenapa kamu datang saat aku telah mencintainya? Seandainya kalian tidak menikah, mungkin kamu masih hidup."

Wati mengingat masa-masa ketika dirinya dan kakaknya bersama, lalu tertidur. Dia terbangun di sebuah tempat yang sangat terang, tempat itu diselimuti cahaya. Tak jauh dari tempatnya ada sebuah taman dengan bermacam bunga yang indah. Didekati taman itu. Saat dekat, dia melihat ada dua orang yang sedang duduk di bangku taman. Didekatilah mereka, begitu menoleh betapa terkejutnya, ternyata itu kakak dan keponakannya. Mereka berdiri dan melambai ke arahnya, lalu pergi. Wati mengejar mereka, namun menghilang. Karena terlalu cepat berlari dan tidak memperhatikan sekitar, Wati terjatuh. Lalu ...

Tok... Tok... Tok...

Terdengar suara ketukan di pintu. Wati bangun dengan setengah sadar. Ternyata yang dialami hanyalah mimpi, entah apa arti dari mimpinya.

Tok... Tok... Tok...
"Wati... Wati... !"

Ketukan semakin keras dan terdengar beberapa orang memanggil namanya. Dengan mata setengah mengantuk, Wati memaksakan diri untuk membuka pintu. Saat pintu terbuka, dia melihat Pak Jarwo dan beberapa warga.

"Wat, Sari!"
"Kenapa dengan Sari?" tanya Wati, heran.
"Sari ditemukan tergantung di rumah kosong pinggir hutan." Jawab Pak Jarwo.
"Tidak mungkin Pak. Setiap malam saya selalu mendengar suara Sari. Dia selalu pergi ke pasar pagi-pagi dan pulang menjelang malam. Mungkin Bapak salah lihat." Jelas Wati, tidak percaya.
"Tapi tubuh Sari sudah membusuk, Wat. Diperkirakan dia bunuh diri sejak seminggu yang lalu." Pak Jarwo menjelaskan kondisi Sari.
"Apa?" Wati terkejut. "Tidak Pak. Setiap malam saya selalu mendengar suara Sari. Tidak mungkin saya salah dengar. Bapak jangan bercanda, ini menyangkut nyawa orang." Wati masih tidak percaya.
"Jika kamu tidak percaya, mari ikut saja." Ajak Pak Jarwo.

Akhirnya dengan terpaksa, Wati mengikuti Pak Jarwo ke tempat yang disebutkan. Saat sampai, betapa terkejutnya Wati melihat kondisi Sari yang mengenaskan. Dia tergantung di tengah ruangan di rumah kosong tersebut, matanya membelalak, mulutnya terbuka, lidahnya menjulur, tubuhnya membusuk dan dikerubuni lalat.

"Malang sekali nasibmu, Sari. Kenapa kau mengikuti jejak ibumu? Padahal kau dan ibumu adalah orang baik. Seharusnya hal ini tidak terjadi pada kalian." Kata bu RT.
"Iya Sari. Seandainya kami tahu kau akan melakukan ini, pasti sudah kami cegah. Maafkan kami yang telah membiarkanmu." Kata ibu-ibu lain.

Wati menyesal dengan apa yang telah dilakukan kepada Sari. Setiap hari dia menyuruh Sari untuk bekerja dan mencari uang. Setelah di rumah, Sari harus memasak dan membereskan rumah. Sedangkan Wati, hanya menyuruh ini dan itu tanpa sedikitpun membantu. 

Wati ingat mimpinya, apa mungkin itu pertanda? Jika tubuh Sari membusuk, berarti sudah lama dia bunuh diri. Lalu, suara siapa yang setiap malam dia dengar? Tangisan siapa yang tengah malam selalu terdengar pilu dan menyayat hati? Mungkinkah itu Sari? Entahlah, setiap malam jumat tangisan itu masih terdengar.

Setelah mengurus pemakaman Sari. Wati pergi merantau, karena takut dengan tangisan yang kerap didengarnya. Dia bertaubat dan menyesali semua perbuatannya. Mencari kerja di perantauan untuk merubah diri dan kehidupan menjadi lebih baik.

#OneDayOnePost
#OdopBatch7
#GrupKairo

(Belajar membuat cerpen—ceritanya. Mohon krisannya, agar nanti ketika membuat kembali bisa tahu mana yang harus diperbaiki).
Terima kasih

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sahabatku

Selamat Ulang Tahun Keponakanku

Resensi Buku : Pesan-Pesan Cinta Untukmu