Menanti

Part 1 : Singlelillah, Pilihanku

Mentari telah meninggi, sinarnya masuk melalui jendela. Aku enggan beranjak dari kamar. Ibu mengajakku pergi ke rumah Bude Sari untuk membantu persiapan pernikahan Riri. Seorang gadis yang memiliki nama lengkap Risa Anastasya adalah anak bungsu Bude Sari, usianya dua tahun lebih tua dariku. Meskipun lebih tua dan anak Bude, namun dia tidak ingin disebut kakak. Saking dekatnya, kami seperti anak kembar. Pakaian, barang, atau apapun harus sama. Kemana pun selalu bersama.

Yang membuatku malas ke rumah Bude, bukan karena tidak mau membantu. Tetapi di sana pasti ada Bude Wati, orang paling nyinyir di antara semua anak kakek-nenek. Setiap bertemu pasti akan ada sebuah pertanyaan. Sebetulnya pertanyaannya sederhana, namun dapat membuat hati berdenyut saking sakitnya. Memikirkannya saja sudah malas.

"Ra, Rara. Ayo cepat, nanti kesiangan." Panggil Ibu.

"Iya, Bu." Jawabku malas. Lalu ku buka pintu, dan kulihat wanita kesayanganku berdiri di sana.

"Kenapa sayang? Kok seperti yang malas?" tanya Ibu.

"Di sana pasti ada Bude Wati ya, Bu?" Aku tanya balik.

"Iya, sayang. Tapi apapun yang dikatakannya, biarkan saja. Kamu tahu kan bagaimana dia?"
Aku tak menjawab.

Kami berangkat menuju rumah Bude menggunakan ojek. Setelah sampai, kami langsung pergi ke dapur. Sudah banyak keluarga di sana, salah satunya Bude Wati. Ketika aku duduk, tiba-tiba keluarlah pertanyaan yang ditakutkan.

"Eh Rara, baru datang ya?" Tanya Bude Wati basa-basi.

"Iya Bude." Jawabku.

"Ra, sebentar lagi Riri nikah tuh. Kamu kapan? Mana pacar kamu?" Tanya Bude lagi. Aku hanya tersenyum, enggan menjawab.

"Rara ini tidak mau pacaran, Mbak. Dia maunya taaruf." Jawab ibu. Ngapain sih ibu malah jawab segala? Pasti bakal panjang.

"Alah taaruf-taaruf segala. Ujung-ujungnya juga pacaran. Kalau gak pacaran, gimana kamu mau bertemu jodoh?" Kata Bude Wati. "Apalagi kamu kerjaan cuma di rumah, ke kampus, ke masjid. Mana bisa ketemu jodoh." Lanjutnya.

"Jodoh kan bisa bertemu di mana saja Mbak. Kalau jodohnya bertemu di masjid kan bagus." Bela Bude Sari. "Rara, kamu temani kakakmu ya di kamar!" Perintah Bude.

"Iya bude." Jawabku langsung bangkit dan pergi.

Memang, budeku yang satu ini pengertian. Menyelamatkanku dari pertanyaan Bude Wati. Namun masih terdengar percakapan mereka.

"Mbak ini kenapa sih, kok setiap bertemu anak-anak ditanya seperti itu?" Tanya Bude Sari.

"Mereka kan sudah besar, Sar. Sudah sepantasnya menikah." Jawab Bude Wati tidak mau kalah.

"Kan jodoh ada waktunya Mbak." Kata ibu.

"Rara saat ini masih 22 tahun. Riri aja nikah usia 24." Tambah bude Sari.

"Ya itu makanya. Coba lihat Siska, usianya baru 18 tahun sudah menikah. Bahkan sekarang sedang hamil." Kata Bude Wati lagi.

"Sudahlah Mbak, jangan membandingkan anak-anak kita dengan orang lain. Apalagi Siska. Mbak kan tahu alasan kenapa dia menikah." Jawab bude sari.

Aku sudah tidak bisa mendengar percakapan mereka, karena sudah sampai di depan kamar Riri. Langsung ku ucapkan salam.

"Assalamu'alaikum."

"Waalaikumussalam. Masuk Ra." Riri menjawab salamku.

Ku buka pintu dan langsung masuk.

"Loh kok adikku yang cantik cemberut. Pasti karena Bude Wati ya?" Riri senyum-senyum menggodaku.

"Siapa lagi." Jawabku ketus.

"Hahaha... Memang ya Bude kita yang satu itu paling menyebalkan. Tapi Ra, bukan cuma kamu yang mendapat pertanyaan itu. Sebelum Mas Riyan datang, Bude terus nanya aku juga." kata Riri.

"Serius?" Tanyaku. Riri mengangguk.

Kami banyak bercerita dan curhat. Setelah ini, entah bisa bercerita lagi atau tidak. Karena sebentar lagi akan menjadi istri orang. Jadi kami gunakan kesempatan ini sebaik mungkin.

"Ra!" panggil riri.

"Iya." jawabku.

"Ra, kamu beneran gak mau pacaran? Atau minimal membuka hati." Tanya Riri.

"Ri, kamu kan tahu alasan kenapa aku memilih sendiri." Jawabku.

"Selain karena pacaran dilarang dalam Islam, juga masih trauma dengan yang terjadi di masa lalu." Kata kami bersamaan dan langsung tertawa. Riri sudah hapal jawabanku, karena kami sudah sering membahasnya.

"Apa kamu sudah yakin Ra memutuskan menjadi singlelillah?" Tanya Riri.

"Iya Ri." Jawabku. "Menjadi Singlelillah adalah pilihanku. Inilah prinsip hidupku." Lanjutku.

"Baiklah Ra. Apapun keputusanmu, semoga itu yang terbaik. Aku berharap suatu saat Allah akan mempertemukanmu dengan dia yang terbaik menurut-Nya." Doa Riri.

"Aamiin."

Kami berpelukan, hangat. Semoga ini bukan yang terakhir. Pasti aku akan merindukannya suatu saat, atau mungkin setiap saat. Semoga Riri bahagia dengan pilihannya, menjadi keluarga yang sakinah mawadah warahmah.

bersambung...

#OneDayOnePost
#OdopBatch7
#GrupKairo
#TantanganPekan8
#Fiksi

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Buku : Pesan-Pesan Cinta Untukmu

Sahabatku

Selamat Ulang Tahun Keponakanku