Menanti (Part 5)

Mencintai Kehilangan

Setiap hari pergi ke kampus lebih pagi, selain agar bisa duha juga mendengar suara merdu yang selalu melantunkan ayat suci. Namun sudah dua hari suara merdu itu tak terdengar. Kemana dia? Apakah aku merindukannya? Tidak mendengarkan suaranya, serasa ada yang kosong dan hampa.

Hari ini tidak ada jadwal, jadi enggan untuk ke kampus. Biarlah hari ini istirahat setelah seminggu penuh harus berkutat dengan perkuliahan. Ku putuskan untuk bersantai ria. Tiba-tiba ponselku berdering. Terlihat nama "Ratna" di layar. Ada apa, tumben telepon. Biasanya langsung datang. Ku angkat panggilan darinya.

"Ra, sekarang aku ke rumahmu ya! Ada hal penting yang harus disampaikan." Katanya tanpa basa-basi.

"Ada apa?" Tanpa menjawab pertanyaanku, dia memutus sambungan.

Hal penting apa yang ingin disampaikan? Kenapa suaranya sepanik itu. Dia membuatku penasaran. Aku keluar dan menunggunya di depan. Setengah jam kemudian, dia sampai.

"Ada apa, Rat?" Tanyaku panik. Tapi yang ditanya malah senyum-senyum.

"Ibu kamu mana?" Tanyanya sambil celingak-celinguk mencari keberadaan Ibu.

"Tidak ada, ke rumah Bude." Jawabku.

"Sini Ra, ikut aku!" Dia tarik lenganku menuju kamar.

Setelah di kamar, aku bertanya "Ada apa sih Rat?"

"Tadi waktu aku mengantar Silva, bertemu sama kak Andri." Katanya.

"Terus apa hubungannya denganku, Ratna sayang?"

"Ada," jawabnya singkat.

"Apa?"

"Jadi waktu bertemu kak Andri, dia nitip sesuatu buat kamu."

"Sesuatu? Apa?"

"Penasarankan?" Dia tertawa. Aku mendengus.

"Nih!" Dia menyodorkan sebuah surat.

"Apa ini?" Tanyaku.

"Itu surat, Rara sayang. Kata kak Andri ada seorang laki-laki yang menitipkan ini untuk kamu."

"Siapa?" Tanyaku penasaran.

"Kak Andri gak menyebutkan. Tapi aku mencurigai seseorang!" Katanya sambil mengetukan jari telunjuk ke dagunya. Aku menatapnya dengan serius.

"Kak Fahmi."

"Apa? Kenapa?" Tanyaku kaget.

"Karena aku melihat dari tatapan kalian berdua ada cinta. Jadi aku pastikan kalau kalian saling jatuh cinta." Dia kedipkan sebelah matanya.

"Apaan sih Rat. Jangan sok tahu deh."

"Ya sudah Ra, aku pamit ya. Mau menjemput Silva. Kasihan dia pasti mencariku. Bye."

"Tunggu Rat." Tanpa menjawab panggilanku, dia langsung pergi.

Surat dari siapa ya? Membuat penasaran saja. Daripada makin penasaran, lebih baik ku buka.

"Bismillahirrahmanirrahiim." Ku buka pelan-pelan surat yang tadi diberikan Ratna.

"Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Teruntuk Ukhti Tiara Khaliza

Sebelumnya ku ucapkan permohonan maaf, karena telah lancang mengirimkan surat ini. Mungkin tak pantas, namun ada sebuah hal yang ingin ku sampaikan dan semoga Allah mengijinkan.

Pernah ku sampaikan, cinta itu datangnya dari Allah, dan ketika dia datang tak akan ada siapapun yang menolak. Begitupun denganku. Aku tak bisa dan tak ingin menolaknya, karena bagiku itu sudah menjadi qadarullah.

Sejak pertama melihatmu, aku sempat berpikir untuk memilihmu menjadi pendamping dalam hidupku. Sampai saat ini, keyakinanku terus tumbuh dan membesar dalam hati. Namun ada kalanya sebuah keyakinan dan harapan tak sesuai dengan kenyataan, atau memang waktulah yang menunggu untuk membuktikan segalanya. Masih ada impian besar yang harus ku kejar, dan aku harus pergi tuk meraihnya.

Saat ini tak perlu ada ikatan apapun antara kita. Kita pun tak perlu saling menunggu, hanya perlu belajar saling melepaskan dan menerima semua ketentuan-Nya. 

Jika memang kita ditakdirkan untuk bersama, maka akan dipertemukan kembali di waktu yang terbaik. Namun jika tidak, semoga dipertemukan dengan seseorang yang lebih baik.

Terima kasih telah meluangkan waktu tuk membaca tulisanku. Semoga dirimu selalu ada dalam lindungan-Nya.

Tertanda,
Fahmi

Tak terasa, air mataku jatuh. Apa benar dia Kak Fahmi yang selama ini ku kagumi? Apa benar dia Kak Fahmi yang suara merdunya telah mengisi relung hati terdalamku? Benarkah dia Kak Fahmi yang telah membuatku jatuh cinta beberapa hari ini?

Ya, semua ini Qadarullah. Meski akhirnya ku tahu bahwa orang yang ku kagumi memiliki rasa yang sama, namun harus belajar tuk mengikhlaskan. Kepergiannya bukan tuk diratapi, kehilangannya bukan tuk ditangisi. Tapi tuk belajar menerima dan mencintai sebuah kehilangan.

Ku harap dengan kehilangan ini, bisa membuatku lebih mendekat kepada-Nya. Selamat jalan Kak Fahmi, semoga impianmu tercapai.

#OneDayOnePost
#OdopBatch7
#GrupKairo
#TantanganPekan8

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi Buku : Pesan-Pesan Cinta Untukmu

Sahabatku

Selamat Ulang Tahun Keponakanku